Usaha Emping Garut Bojonegoro Terus Menggeliat

bojonegorokab.go.id - Perajin emping garut di Desa Ngasem, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, terus menggeliat. Dalam sehari, mereka bisa memproduksi hingga 1 kwintal dan banyak pesanan. Produksi emping girut ini telah memasuki pasar hampir di seluruh Indonesia. Seperti Ponorogo, Surabaya, Malang, Jakarta, Bali, Papua, dan sejumlah kota besar lainnya. "Hampir di setiap daerah kita punya Reseller Sebagian besar masuk toko modern," ujar Ketua Kelompok Raflesia, Anna Nurhayati ditemui di kediamannya saat sedang mengemasi emping garut pesan untuk luar daerah, Minggu (13/10/2019). Usaha mikro, kecil dan menangah (UMKM) itu ditekuni kelompok perempuan Raflesia sejak 2012 lalu. Setiap kelompok terdiri dari 20 orang. Kelompok Raflesia ini merupakan binaan Kelompok Mekar Sari desa setempat yang berdiri dan memproduksi emping girut pada kisaran 2005 silam. Emping Girut produksi kelompok Raflesia berkembang pesat. Baik dari sisi produksi, pemasaran hingga manajemen. Harga emping girut ini meningkat seiring semakian bagusnya kemasan yang dilakukan oleh para perajin. Untuk kemasan 1,5 ons dibandrol Rp10 ribu. Sedangkan untuk emping girut mentah per kilogramnya dijual seharga Rp45 ribu - Rp50 ribu. "Tapi reseller menjualnya di atas itu. Harga itu dari sini," ucap Anna. Selain memenuhi pesanan dari reseller, Anna menjual emping garut secara online melalui media sosial. Seperti facebook, twitter, instagram. Emping Girut produksi Kelompok Raflesia ini telah memiliki izin pangan dan industri rumah tangga (PIRT). Selain itu juga telah menggantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang difasilitasi Bank Indonesia (BI). "Mulai dari bahan bakunya pilihan. Pengolahan dan pengemasannya dilakukan secara higienis," tegasnya. Anna mengaku, sekarang ini tidak lagi kesulitan dengan pemasaran, sumber daya manusia (SDM), maupun permodalan. Sebab untuk pemasaran saat ini telah menjangkau kota-kota besar di Indonesia. Begitu juga dengan permodalan telah mendapat pinjaman lunak dari PNPM. Justru yang menjadi kendala sekarang ini, kata dia, adalah bahan baku. Ia harus mencari ke sejumlah wilayah seperti di Kecamatan Malo, Purwosari, dan beberapa wilayah di Bojonegoro. "Sekarang bahan bakunya agak sulit. Sementara pesanan banyak. Kadang nggak bisa memenuhi permintaan," tuturnya. Untuk 1 Kg umbi girut seharga Rp2.500 sampai Rp3.000. Untuk 5 Kg umbi jika diproduksi bisa jadi 1 Kg emping girut. "Rencananya pak Camat Ngasem mau membantu kita untuk kerjasama dengan Perhutani guna menyiapkan bahan baku," pungkas Anna. (Fif/Kominfo)